Wisata adalah tempat banyak orang menghabiskan waktu untuk menenangkan pikiran dari banyaknya aktivitas kehidupan yang merumitkan urusan manusia.
Dengan adanya tempat wisata orang-orang akan bisa menikmati indahnya hari libur dengan melupakan sejenak ribetnya kehidupan besok. Tempat Wisata ini juga maka akan membangkitkan ekonomi pada masyarakat sekitarnya.
Tapi bagaimana jadinya jika sebuah tempat wisata hanya sekedar viral lalu ditinggalkan ? seperti hal nya di Taman Raja Batu Mandailing Natal. Wisata yang hanya beberapa waktu terkenal lalu ditinggalkan begitu saja. Saat ini hanya terlihat beberapa orang yang berkunjung dari sekian banyaknya masyarakat yang melintasi wisata ini. Yang di mana seharusnya Taman Raja Batu menjadi salah satu daftar tujuan akhir pekan oleh masyarakat Mandailing Natal, dan Panyabungan khususnya.
Pembangunan Kurang Pembaharuan
Taman Raja Batu yang sudah dibangun dengan APBD yang sangat besar dan sudah menelan beberapa korban dari kalangan pejabat Pemerintah Daerah Mandailing Natal ini hanya tinggal namanya saja. Tidak ada pembaharuan tempat secara signifikan yang membangkitkan hasrat pengunjung untuk kembali lagi. Jika seperti ini terkesan hanya sekedar jalan untuk menghabiskan APBD tanpa memperhatikan kedepannya akan seperti apa tempat wisata ini.
Kita tahu bersama, bukan hal mudah memang dalam menciptakan suatu inovasi dalam pengembangan tempat wisata. Tapi tidak mungkin juga tidak ada orang handal yang memiliki segudang Ilmu dengan kreativitas tinggi dalam tubuh PEMDA yang diisi oleh orang-orang hebat.
Jika dibandingkan dengan daerah lain yang juga membangun sektor wisata untuk pedapatan daerahnya Mandailing Natal memiliki skor rendah. Pembaharuan yang dilakukan hanya jika ada kegiatan besar, lain dari itu kita hanya mendapati tempat kosong dengan bangunan-bangunannya.
Taman Yang Dihancurkan Alam
credit: pariwisatasumut.net |
Selain Taman Raja Batu bisa kita lihat juga Tapian Siri-Siri Syariah, yang begitu dihantam banjir ditinggalkan begitu saja. Ditinggal begitu saja tanpa pamit itu sakit pak. Tidak ada renovasi, tidak ada kabar perbaikan. Padahal ini adalah tempat yang cukup strategis untuk ukuran tempat wisata.
Selanjutnya Bukit Muhasabah yang sekarang jalannya cukup memprihatinkan. Tidak ada jaminan keamanan bagi pengunjung sama sekali. Tempat wisata yang harusnya bisa menjadi lokasi yang ramai dikunjungi karena menyajikan pemandangan yang luar biasa. Setelah dibangun tidak ada pembaharuan, lebih rusak dari pertama kali dibuka
Saya jadi terpikir, baiknya PEMDA Mandailing Natal tidak usah membuka tempat wisata baru, jika memang belum siap untuk proses maintanance-nya. Lebih baik biaya itu di alihkan untuk pengembangan tempat wisata yang sudah jadi. Daripada hanya membuka dan dibiarkan begitu saja, pengeluaran jalan terus, pendapatan masyarakatnya tidak terpengaruh.
Atau jika memang Pemerintah tidak sanggup menjalankannya seorang diri, sebaiknya menggandeng pihak SWASTA, tidak ada salahnya juga. Karena kita juga tahu PEMDA tidak hanya mengurusi satu sektor, harus memikirkan sektor-sektor lain yang lebih vital. Dengan adanya pihak ketiga mungkin pengelolaan wisata lebih terjamin karena memiliki fokus tunggal.
Karena seperti terlihat PEMDA Madina cukup sibuk mengurus perkembangan pembangunan ekonomi daerah ditambah lagi tambang ilegal yang kian marak. Sebaliknya jika dibebankan kepada pihak Swasta akan bisa fokus untuk berkreasi akan seperti apa pembaharuan yang bisa menarik minat masyarakat untuk berkunjung kembali.
Namun tidak selamanya harus Pemerintah dan pihak Swasta yang berperan dalam pengembangannya. Masyarakat Mandailing Natal “Negeri Beradat Taat Beribadat” juga harus mendukung dengan tidak merusak fasilitas yang sudah diberikan Pemerintah. Merawatnya sebagai salah satu aset untuk kemajuan suatu daerah tinggalnya.
Nah jika ingin Wisata Daerah maju, Pemda harusnya menggandeng pihak ketiga kalau merasa tidak sanggup melakukan pembaharuan. Untuk Masyarakat Madina agar menjaga wisata yang sudah dibangun dari tangan-tangan jahil.