Mandailing Natal Adalah sebuah kabupaten yang berada di Provinsi Sumatera Utara, dengan suku dominannya Batak Mandailing.
Dalam perjalanannya Mandailing Natal telah berusia 18 tahun bulan Maret 2017 yang lalu. Mandailing Natal disingkat Madina kini telah banyak mengalami perubahan terutama di sektor Pembangunan.
Contoh nya Taman dan Tapian yang dibangunan di Komplek Perkantoran Bupati – Payaloting. Sekarang akan membangun R.S Umum Panyabungan di Komplek Perkantoran Bupati Madina.
Sebelum menjadi Kabupaten Mandailing Natal, daerah ini dulu masuk dalam wilayah Kabupaten Tapanuli selatan. Termasuk Padang Sidempuan, Padang Lawas, dan Padang Lawas Utara. Namun karena perkembangan daerah-daerah Tapanuli Selatan melakukan pemekaran.
Sebelum berslogan “Negeri Beradat Taat Beribadat” dulunya Mandailing Natal berslogan Madina yang Madani. Slogan Negeri Beradat Taat Beribadat ini dibuat pada masa Pemerintah Bupati Mandailing Natal yang ke-3.
Ini diambil mungkin untuk kembali menegaskan bahwa Mandailing Natal adalah serambi mekkah dan kota seribu pesantren.
Oh ya perlu diketahui juga. Mandailing Natal adalah pusat kebudayaan dari alat musik Gordang Sambilan yang dulu sempat terjadi perselisihan antara Indonesia dengan Malaysia.
Hal ini dikarenakan banyaknya orang Mandailing yang tinggal dan menetap di Malaysia. Dan mereka tetap membawa adat dan kebudayaannya. Sehingga Malaysia mengklaim bahwa itu adalah hasil kebudayaan mereka sendiri.
Sejarah Mandailing Natal
image credit: https://nasutionmarganasakti.wordpress.com/ |
Pada stanza pertama syair ke-13 Negarakertagama terdapat nama Mandailing dan Pane dan pada stanza kedua terdapat nama Padang Lawas.
Berdasarkan hal tersebut, Mandailing sudah dikenal di nusantara berabad-abad sebelum kurun Negarakertagama karena hanya daerah lama yang sudah mapan dan memiliki posisi pentinglah yang dicatat oleh Mpu Prapanca.
Kabupaten Mandailing Natal merupakan Daerah Penyangga antara dua komunitas yang berbeda sistem kekerabatannya, yaitu Batak Toba di Tapanuli Utara yang menganut sistem Patrilineal dan Minangkabau yang menganut sistem Matrilineal di Sumatera Barat.
Sebagai komunitas penyangga dua kebudayaan, masyarakat mandailing mengalami proses akulturasi nilai nilai budaya dari kedua komunitas tersebut melalui kontak budaya yang intensif.
Mereka dapat memperkaya budi pekertinya antara lain berupa kepribadian yang menonjolkan kelugasan dan ketegaran dari utara dan kecerdikan dari selatan.
Hal ini berarti sejak penggalan akhir abad ke-14 suku bangsa dan wilayah bernama Mandailing sudah diakui. Sayangnya, selama lebih lima abad, Mandailing seakan-akan raib ditelan sejarah.
Baru pada abad ke-19, ketika Belanda menguasai tanah berpotensi sumber daya alam ini, Mandailing mencatat sejarah baru.
Terdapat beberapa versi nama Natal. Ada yang mengatakan bahwa bangsa Portugis lah yang memberi nama ini karena ketika mereka tiba di pelabuhan di daerah pantai barat mandailing mereka mendapat kesan bahwa pelabuhan alam ini mirip dengan pelabuhan Natal di ujung selatan Benua Afrika.
Adapula yang menyebutkan bahwa armada Portugis tiba di pelabuhan ini tepat pada hari Natal, sehingga mereka menamakan pelabuhan tersebut dengan nama Natal.
Versi lain menegaskan bahwa nama Natal sama sekali tidak ada hubungannya dengan Kota Pelabuhan Natal di Afrika Selatan dan tidak ada pula kaitannya dengan hari Natal.
Puti Balkis A. Alisjahbana, adik kandung pujangga Sutan Takdir Alisjahbana, menjelaskan bahwa kata Natal berasal dari dua ungkapan pendek masing masing dalam bahasa Mandailing dan Minangkabau.
Ungkapan dalam bahasa Mandailing “natarida” yang artinya yang tampak (dari kaki Gunung-gunung Sorik Marapi di Mandailing).
Ungkapan ini kemudian berubah menjadi Natar. Sampai kini masih banyak orang Mandailing menyebut Natar untuk Natal, termasuk Batang Natar untuk Batang Natal.
M. Joustra, tokoh Bataksch lnstituut, juga menulis nama Natal dengan Natar dalam tulisannya De toestanden in Tapanoeli en de Regeeringscommissie yang dimuat dalam Bataksch lnstituut no. 13 tahun 1917 halaman 14, yang antara lain menulis tentang perbaikan jalan pedati ke Natar dan perbaikan jalan raya Sibolga-Padang Sidimpuan sebagai bagian dari jalan yang menghubungkan Sumatera Barat dan Tapanuli.
Lebih tua dari tulisan Joustra itu adalah laporan perjalanan dan penelitian Dr. S. Muller dan Dr. L. Horner di Mandailing Tahun 1838. Mereka menggambarkan keadaan Air Bangis yang dikuasai Belanda sejak tahun 1756 dan Natar yang letak geografisnya 0° 32′ 30″ Lintang Utara dan 99° 5′ Bujur Timur dikuasai lnggris tahun 1751-1756.
Ungkapan bahasa Minangkabau raNAh nan daTA(r) kemudian menjadi Nata(r) yang artinya daerah pantai yang datar adalah salah satu versi tentang asal muasal nama Natal.
Penyair besar Mandailing, Willem lskander menuIis Sajak monumental “Sibulus-bulus Si Rumbuk rumbuk” mengukir tanah kelahirannya yang indah dihiasi perbukitan dan gunung.
Terbukti tanah Mandailing Mampu eksis dengan potensi sumber daya alam, seperti tambang emas, kopi, beras, kelapa dan karet.
Kabupaten Mandailing Natal diresmikan oleh Menteri Dalam Negeri pada tanggal 9 Maret 1999 dikantor Gubernur Sumatera Utara, Medan.
Dalam rangka mensosialisasikan Kabupaten Mandailing Natal, Bupati Mandailing Natal, Amru Daulay, SH menetapkan akronim nama Kabupaten Mandailing Natal sebagai Kabupaten Madina yang Madani dalam Surat tanggal 24 April 1999 Nomor 100/253.TU/1999.
Ketika diresmikan, Kabupaten Mandailing Natal baru memiliki 8 (delapan) Kecamatan, 7 Kelurahan dan 266 Desa. Kemudian pada tahun 2002 dilakukan pemekaran menjadi 17 Kecamatan, 322 Desa, 7 Kelurahan dan 10 Unit Pemukiman Transmigrasi (UPT).
Pada tahun 2007 dimekarkan lagi menjadi 22 Kecamatan berdasarkan Peraturan Daerah No. 10 Tahun 2007, Setelah keluarnya Peraturan Daerah No. 8 Tahun 2008 tentang pembentukan Desa, Perubahan nama desa dan penghapusan Kelurahan, dengan demikian Kabupaten Mandailing Natal sampai pada akhir tahun 201O terdiri dari 23 Kecamatan, 27 Kelurahan dan 377 Desa.
Mandailing Natal terletak berbatasan dengan Sumatera Barat, bagian paling selatan dari Propinsi Sumatera Utara. Penduduk asli Kabupaten Mandailing Natal terdiri dari dua etnis :
- Masyarakat etnis Mandailing
- Masyarakat etnis Pesisir
Masyarakat Mandailing Natal terdiri dari suku/etnis Mandailing, Minang, Jawa, Batak, Nias, Melayu dan Aceh, namun etnis mayoritas adalah etnis Mandailing 80,00 %, etnis Melayu pesisir 7,00 % dan etnis jawa 6,00 %.
Etnis Mandailing sebahagian besar mendiami daerah Mandailing, sedangkan etnis melayu dan minang mendiami daerah Pantai Barat.
Seperti halnya kebanyakan daerah-daerah lain, pada zaman dahulu penduduk Mandailing hidup dalam satu kelompok-kelompok, yang dipimpin oleh raja yang bertempat tinggal di Bagas Godang.
Dalam mengatur sistem kehidupan, masyarakat Mandailing Natal menggunakan sistem Dalian Na Tolu (tiga tumpuan). Artinya, mereka terdiri dari kelompok kekerabatan Mora (kelompok kerabat pemberi anak dara), Kahanggi (kelompok kerabat yang satu marga) dan Anak Boru (kelompok kerabat penerima anak dara).
Yang menjadi pimpinan kelompok tersebut biasanya adalah anggota keluarga dekat dari Raja yang menjadi kepala pemerintahan di Negeri atau Huta asal mereka.
Mandailing Natal Dimana ?
Banyak orang bertanya-tanya Mandailing Natal dimana, mungkin karena Mandailing Natal merupakan Kabupaten Baru dan belum banyak dikenal oleh masyarakat terutama Sumatera Utara.
Kabupaten Mandailing Natal merupakan daerah paling selatan Sumatera Utara yang berbatasan langsung dengan Provinsi Sumatera Barat.
Mandailing Natal termasuk salah satu daerah yang dilewati garis pantai barat sumatera. Jadi tidak mengherankan jika Mandailing Natal merupakan penghasil ikan asin terbanyak untuk wilayah Sumatera Utara.
Kabupaten Mandailing Natal terletak pada 0°10′-1°50′ Lintang Utara dan 98°10′-100°10′ Bujur Timur dengan rentang ketinggian 0-2.145 m di atas permukaan laut. Luas wilayah Kabupaten Mandailing Natal ±6.620,70 km2 atau 9,23 persen dari wilayah Sumatra Utara (Sumber : wikipedia.org)
Dengan perbatasan sebagai berikut:
Utara : Tapanuli Selatan
Timur : Padang Lawas
Selatan : Pasaman, Provinsi Sumatera Barat
Barat : Samudra Indonesia
Mandailing Natal atau biasa disebut dengan Madina ini menjadi salah satu daerah penghasil kopi yang terkenal yaitu kopi mandailing yang tersedia berbagai macam jenis.
Selain itu Mandailing Natal memiliki beberapa tokoh Nasional namun ada yang terkenal dan ada yang terlupakan. Antaranya Jenderal Besar Abdul Haris Nasution dari Kota Nopan, Willem Iskandar seorang tokoh pendidikan jauh sebelum KH. Agus Salim.
Tokoh Mandailing Natal
credit image: tirto.id |
Yang Pertama adalah Jenderal Besar Abdul Haris Nasution lahir dan besar di salah satu kecamatan di Mandailing Natal yang sekarang dikenal sebagai Kota Pejuang dan Kota Pendidikan yaitu Kecamatan Kotanopan.
Rumah dan tempat tinggal beliau waktu masih di Kotanopan hingga kini masih berdiri kokoh dan bagus. Serta ditempati oleh keluarga dari sang jenderal.
Di daerah Lembah Sorik Marapi juga direncanakan akan membangun museum Jenderal Besar Abdul Haris Nasution untuk mengenang jasa-jasanya.
Jenderal Besar Abdul Haris Nasution adalah salah satu target dari pemberontakan G 30 S PKI karena pengaruhnya terhadap negeri ini yang begitu luar biasa.
Tapi sang jenderal selamat karena pemberontak dapat dikelabui oleh penjaga rumah beliau dan berhasil meloloskan diri.
Namun sayangnya meskipun beliau dan keluarganya selama anak perempuannya yang paling kecil Ade Irma Suryani menjadi sasaran salah tembak atau lebih tepatnya sasaran tembak yang membabi buta.
Berbeda dengan Willem Iskandar, beliau adalah seorang tokoh pendidikan paling masyhur di Mandailing Natal jauh sebelum Tokoh Pendidikan Nasional kita.
Willem Iskandar adalah orang pertama yang mendirikan sekolah di Mandailing dengan nama Kweek School yang berada di daerah Tano Bato. Dan sekarang namanya adalah SMA Negeri 1 Panyabungan Selatan.
Willem Iskandar berasal dari Desa Pidoli, Kecamatan Panyabungan yang rumahnya sekarang dijadika sebagai tempat tinggal dari keturunannya.
Selain pintar Willem Iskandar juga pandai dalam bersyair. Salah satu syair yang syarat akan pembelajaran adalah karyanya yang berjudul Sibulus-bulus Sirumbuk-rumbuk.
Beliau juga meninggalkan nasehat yang menjadi pegangan setiap masyarakat Mandailing Natal dimanapun berada. Nasehat itu disebut Poda Na Lima
Poda Na Lima ini adalah :
- Paias Rohamu
- Paias Pamatangmu
- Paias Parabitonmu
- Paias Bagasmu
- Paias Pakaranganmu
Yang artinya dalam bahasa Indonesia yaitu:
- Bersihkan Hatimu
- Bersihkan Badanmu
- Bersihkan Pakaianmu
- Bersihkan Rumahmu
- Bersihkan Pekaranganmu
Nampak sederhana, namun memiliki makna yang begitu dalam yang banyak orang tidak sadar akan hal tersebut. Maknanya bisa sobat Baca Disini
Nasehat ini dipakai oleh banyak kabupaten/kota yang merupakan pecahan dari Kabupaten Tapanuli Selatan, seperti : Kota Padang Sidempuan, Mandailing Natal, Padang Lawas, Padang Lawas Utara, dan Tapanuli Selatan sendiri.
Sampai saat ini Willem Iskandar dan Jenderal Besar Abdul Haris Nasution belum ditetapkan sebagai Pahlawan Nasional meskipun dedikasinya pada negeri ini amat sangat besar.
Wisata Mandailing Natal
Mandailing Natal juga menyimpan sejuta Pesona Wisata yang berpotensi jika dikembangkan suatu saat nanti. Seperti legenda Sampuraga, Pantai Natal, Taman Nasional Batang Gadis dan banyak lainnya.
Jika sobat berkunjung ke Mandailing Natal, saya sarankan untuk mengunjungi wisatanya, bukan karena lebih bagus dari tempat lain. Namun lebih unik dengan masyarakatnya yang ramah.
Jika sobat pecinta legenda, maka yang wajib dikunjungi adalah Wisata Sampuraga, Jika sobat Pecinta ketinggian maka yang wajib di coba adalah Puncak Sorik Marapi.
Puncak Sorik Marapi memiliki mistis seperti gunung-gunung lainnya, Jika gunung lainnya pendaki boleh laki-laki dan boleh perempuan.
Nah di Gunung Sorik Marapi pendaki perempuan adalah hal yang terlarang dan jangan sampai melanggar peraturan.
Lanjut ke tempat wisata, Jika sobat pecinta air terjun, ada banyak sekali air terjun disini, Sigala-gala, Aek Nabontar, Malintang, Hutagodang, Pastap Julu, dan masih banyak yang sedikit terekspos.
Dan salah satu air terjun yang unik ada di desa sibanggor, yaitu air terjun yang airnya adalah air panas. Ini tidak akan banyak sobat temui di daerah lain bahkan di luar negeri.
Jika sobat pernah mendengar Bus Raja Jalanan Sumatra, yang tidak lain adalah PT. ALS (Antar Lintas Sumatra)
Perlu sobat ketahui PT. ALS dibangun dan didirikan oleh orang yang berasal dari Mandailing Natal, Kecamatan Kota Nopan lebih tepatnya.
Seperti Kabupaten lainnya, Mandailing Natal juga memiliki daerah yang membentang luas dan daerah terluas nomor 2 di Sumatera Utara setelah Kabupaten Langkat. Dan merupakan daerah perbatasan antara Sumatera Utara dan Sumatera Barat.
Jadi tidak heran jika di daerah ini memiliki dua bahasa yang sama, di Mandailing Natal ada suku yang berbahasa Minang, dan di Pasamanan – Sumatera Barat ada yang berbahasa Mandailing.
Mandailing Natal kini tengah galak-galaknya membangun infrastruktur baik di pusat kota maupun di desa-desa. Sayangnya Masyarakat Madina masih kurang menyadari betapa pentingnya bangunan itu. sehingga pemandangan yang tidak sedap dipandang mata terlihat disetiap bangunan yang dibangun oleh pemerintah daerah.
Kini Mandailing Natal tengah mendukung terbentuknya Provinsi Sumatera Tenggara, yang menurut saya daerah nya adalah seluruh Tapanuli. Mudah-mudahan kerja keras selama ini membuahkan hasil yang memuaskan.
Agama Mayoritas di Mandailing Natal
Setiap kita menuju suatu daerah pertanyaan pertama adalah apa agama daerah tersebut. Bagi sebagian orang ini adalah pertanyaan yang sangat sensitif dan tidak perlu ditanyakan.
Namun bagi sebagian lainnya pertanyaan ini adalah hal yang wajib karena merasa ini adalah identitas yang wajib diketahui sebelum melakukan interaksi lebih lanjut.
Pertama saya menginjakkan kaki di daerah yang baru mendengar nama Mandailing Natal langsung membuat kesimpulan bahwa Mandailing Natal beragama mayortitas Non-Muslim seperti Kristen dan lainnya.
Alasan ini cukup masuk akal karena dalam nama Mandailing Natal terdapat satu kata yang merupakan hari besar umat Kristen.
Tapi dalam faktanya Natal adalah nama daerah pesisir yang ada di Mandailing Natal dan merupakan pantai penghasil ikan asir tersbesar di Mandailing Natal.
Pada sensus penduduk tahun 2016 menyebutkan bahwa Mandailing Natal mayoritas beragama Muslim, oleh karena itu juga mendapat julukan Serambi Mekkah dan Kota Seribu Pesantren.
Namun meskipun begitu kerukunan antar umat beragama saya angkat jempol dua untuk Masyarakat Mandailing Natal. Karena perbedaan ini tidak pernah membuat bentrok.
Bahkan toleransi antar umat beragama disini sampai kepada bahwa agama adalah identitas dan kita adalah makhluk sosial.
Akhir Kata
Mandailing Natal merupakan daerah dengan kebudayaan yang beragam serta daerah yang menyimpan sejuta keindahan di dalamnya. Sebagai salah satu Kabupaten di Sumatera Utara, Mandailing Natal terus memperbaharui pembangunan.
Artikel ini akan diperbaharui sesuai perkembangan di Mandailing Natal